Showing posts with label anggap saja ini fiksi. Show all posts
Showing posts with label anggap saja ini fiksi. Show all posts

Thursday, January 24, 2013

Pada Awan-Awan Yang Mengapung Rendah Itu

Pada awan-awan yang mengapung rendah itu, teruntuk langit, pohon kelapa menitipkan rindu.  Lalu kepada apakah kutitipkan rinduku kepada kamu? Sementara di sini, para awan terbang tinggi-tinggi. Takut tertusuk ujung menara-menara telekomunikasi.
Lalu dengan cara bagaimanakah aku larungkan segenap rasa ini terhadap kamu? Ketika kata-kata yang aku punya adalah tidak mampu.

Sunday, October 28, 2012

antara Senja, Sukab dan Alina

pict from here
Maka, seperti inikah senja yang kau kirim pada Alina, Sukab? Senja jingga pada pantai yang airnya seperti lelehan tembaga. Dengan nyiur, pasir, burung berkepak dan langit yang ungu.
Ataukah ini lebih mirip senja yang engkau potong dari dunia dibalik gorong-gorong? Yang kemudian kau pakai untuk mengganti senja yang hilang dan dengan gempar setengah mati dicari orang-orang?

Kata Alina, dunia ini fana Sukab, sejatinya sama seperti senja. Tak peduli sebagus apapun ia, kepastiannya adalah selesai dan menjadi malam dengan kejam. Tidak peduli sekeemas-emas apapun ia, takdirnya adalah menuju keremangan dan berakhir pada kegelapan. Karena segala sesuatu di dunia ini pasti berakhir, Sukab. Segala sesuatu berubah. Perasaan juga sama.


-semacam kerasukan sepotong senja untuk pacarku
dini hari minggu,  02:41

Friday, December 09, 2011

Sama Beratnya.

Menahan diri dari memikirkan kamu sama seperti menahan diri untuk keluar malam ini. Saat langit malam sebegini terang. Cerah dengan bintang berkilau-kilau.

Membuang kamu jauh-jauh dari pikiran juga sama rasanya seperti mengabaikan keinginan untuk duduk berlama-lama di bawah bayangan pohon pinggir lapangan basket dekat sekolah. Kamu tahu artinya?

Iya, sama beratnya.

Wednesday, September 28, 2011


 gambar dari tumblr

sebagian ini pasti karena lagu enchanted owl city yang kuputar berulang-ulang 2 hari ini.
sebagian lagi karena entah apa yang tidak bisa aku jelaskan sekarang.
yang pasti ini bukan karena kamu.
kenapa aku jadi meringkuk menyandarkan kepala pada kasur busa yang juga sedang menyandar pada salah satu dinding kamarku ini.
sudah tentu ini bukan karena kamu,
ini karena sesuatu, hanya saja aku belum tahu apa itu.
tapi jelas-jelas bukan karena kamu.

kamu toh tahu sebabnya,
kamu toh tahu betapa tidak mungkinnya, seperti apa tidak logisnya,
kecuali,
aku memang dikutuk bertemu kamu.



tadi.

mengungkapkannya,
agar tidak terus membusuk di kepala.


Wednesday, September 21, 2011

Love is like a sand in the hand
the more you keep it, the more you loose it
Tapi kamu bahkan tidak meletakkan apapun di telapak tangan. Tidak apapun. Mungkin tadinya kamu begitu agar supaya tidak ada yang harus dijaga, kemudian kita jadi tidak akan kehilangan apa-apa.

Tapi yang tidak kamu tahu adalah aku yang ternyata selama ini, dengan diam-diam menjaga sesuatu. Segumpal pasir yang aku pikir ada di telapak tanganku itu, sesuatu yang aku rasa ada itu.

Dan sekarang, aku bahkan tetap harus kehilangan.
Tapi kamu tetap tidak tahu, kan?


*Gambar dari sini. A hand on the sand, aku kira lebih mirip kamu. Berjejak. Meski tidak lama, tapi ada bekasnya.

Galau ialah..

ketika menemukan kamu sekarang bersama seseorang dan kelihatan sudah benar-benar seperti melupakanku.
ketika kemudian menemukan dia, ternyata bukanlah seseorang yang cukup berharga untuk dinilai, bukan seseorang yang setidak-tidaknya layak untuk dijaga oleh kamu.
ketika selanjutnya menemukan pikiran menyenangkan bahwa barangkali hubungan itu cuma jerih payah dari iseng-iseng kamu.
ketika lantas merasa menyesal karena kalau saja hal itu benar, maka kamu sudah berubah sedemikian jauh.

ketika akhirnya aku tiba-tiba sadar, "bukankah itu masa lalu?"
UA-111698304-1