Showing posts with label kkn. Show all posts
Showing posts with label kkn. Show all posts

Tuesday, April 02, 2013

Vakansi 231: Kita Lari Ke Hutan, Lalu Belok Ke Pantai :DD

....cerita sebelumnya ada di sini :)


Subuh itu aku memilih melanjutkan tidur di mushola. Udara dingin luar biasa, membuatku memutuskan tidur tanpa melepas mukena. Sudah cukup tadi malam aku merelakan tidur bergabung dengan para laki-laki itu, dalam petak kamar kecil, berbelas-belas orang tidur bertumpuk, laki-laki perempuan bercampur aduk. Seumur hidup, belum pernah aku menemukan representasi yang pas untuk menggambarkan ikan sardens di dalam kaleng. Tapi malam itu, kami  lah ikan sardens di dalam kaleng.

Tadinya selepas sholat isya, sehabis berburu penyu, aku dan Afi sudah tertidur beberapa jam di mushola kecil ini. Tapi lewat tengah malam kami terbangun karena kedinginan. Udara menggigit tulang dan bangunan mushola ini belum cukup mampu untuk disebut terlindungi, maka akhirnya kami pindah dan terpaksa bergabung tidur dengan para laki-laki.

Esok paginya aku terbangun lebih dulu dari Afi. Lantai keramik ini terlalu keras dan dingin untuk diharap mampu mengantarkanku pada tidur nyenyak. Aih, berminggu-minggu terbiasa tidur di lantai aku bahkan sudah lupa bagaimana rasanya tidur nyenyak. Bahkan tidur paling nyenyak adalah ketika berhasil menguasai sofa ruang tamu di pondok KKN yang itupun menguras banyak kesabaran disamping juga adu kekekaran. Maka, pukul 6 pagi aku bangun dan sudah duduk-duduk manis di bangku kayu dekat ruang penangkaran. Seorang bapak-bapak sedang mempersiapkan alat, dia bilang mau monitoring pantai, kalau-kalau ada penyu lain lagi yang melakukan pendaratan. Seorang bapak paruh baya lain hilir-mudik tidak jauh dari tempatku duduk, bisa kutebak motif kami berdua sama: ingin menagih janji agenda pelepasan tukik pagi ini.
Namun sepertinya petugas-petugas konservasi sedang badmood beramai-ramai. Bolak-balik aku menanyakan kepastian melepas tukik di pantai tapi mereka hanya menjawab dengan bahu yang terangkat. Beberapa malah balik bertanya, "memanganya ada mau lepasin tukik ya?"

Tunggu di tunggu, pukul 6 yang dijanjikan pun lewat setengah jam. Akhirnya beberapa teman-teman memilih berjalan-jalan mblusukan hutan. Daripada terus berharap pada yang tidak pasti, begitu yang terlintas dipikiran kami. Tapi belum jauh menerobos hutan, tiba-tiba saja kami sudah ketemu anak macan. Yasudah, akhirnya setiap orang langsung buru-buru balik badan. Begitu sampai cottage, seorang teman tampak  keluar dari bangunan penangkaran sambil membawa ember hitam. Isinya tukik dong saudara-saudara :'))

Rupa-rupanya kami sedang beruntung hari itu.
Melewatkan kesempatan mengikuti pelepasan tukik akbar di pantai pandan sari karena ngotot pergi ke sini pada akhirnya terganti. Seorang teman diberikan seember tukik ini oleh seorang bapak di konservasi, maka langsung saja, sebelum ketauan oleh para tamu lainnya, tim KKN kami dengan euforia berlarian ke jalanan yang membelah rimba menuju pantai Sukamade.

Kita lari ke hutan, lalu belok ke pantai :"DD
Pagi itu cerah dan ombak masih sama. Besar, dan berdebur menghantam pantai. Kami mengerubungi ember hitam yang dibawa seorang teman, memilih-milih tukik untuk dilepaskan. Di dalam ember hitam itu ada 2 jenis penyu yang siap dilepas, penyu lekang dan penyu hijau. Tukik-tukik itu umurnya sekitar 4 hingga 5 hari. Dari hasil wawancara dengan mas-mas penjaga aquarium, itulah umur yang pas untuk melepas tukik ke pantai. Bila kurang dari itu, biasanya tukik masih lemah, sedang bila terlalu lama tukik-tukik akan kehilangan insting alam liarnya. Selain itu, 2 minggu setelah tukik keluar dari telur mereka masih dapat bertahan hidup tanpa makanan, dengan begitu  ada jeda waktu bagi mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan sebelum akhirnya memenuhi kebutuhan akan makanan.


Melepas tukik beramai-ramai. Tukik-tukik ini masing-masing kami namai. Kalau punyaku namanya Lily :)
Jalan panjang menuju lautan.
Merangkak di pantai saja susah payah, entah bagaimana caranya mereka bisa bertahan di lautan yang maha?


Dan melepas tukik adalah kegiatan yang super menyenangakan, juga menegangkan, juga mengharukan. Kami semua menyemangati bayi-bayi penyu kami. Memperhatikan setiap langkahnya satu-satu, memberi semangat, dorongan atau apapun yang bisa kami berikan yang mungkin sama sekali tidak membantu, tapi sayangnya kami cuma bisa melakukan itu. Menunggui mereka yang berhenti untuk istirahat karena kehabisan nafas, berdoa jika mereka terbalik masuk ke lubang, lalu menangis saat mereka terlempar ombak besar dan kelihatan hampir mati.  Itu yang terjadi pada Lily. Walaupun sebenarnya ada juga beberapa teman yang langsung meletakan tukik mereka ke bibir pantai karena tidak sabaran. Iya, itu namanya curang.

Maka, inilah dia juaranya, dari kiri ke kanan:
#1 Raphael, induknya femto, jenis penyu hijau
#2 Michael Angelo, induknya mbak hening, jenis penyu hijau juga
#3 Lily, induknya melyn, jenis penyu lekang
Anak penyu yang aku punya akhirnya juara 3. Bersaing ketat mengalahkan penyu milik Iqbal yang akhirnya terlempar jauh dari pantai. Laut dan ombak itu memang kejam, kawan =E
Lily ini satu-satunya penyu lekang yang termasuk dalam 3 tukik pertama yang berhasil menyelami lautan India. Sementara 2 juara lain adalah penyu hijau milik Femto dan Mbak Hening. Tukik milik Femto namanya Raphael (dinamakan sesuai dengan urutan di Ninja Turtle) merupakan tukik paling sehat di antara tukik-tukik lain menurutku. Mungkin karena banyak makan seperti induknya (Femto) tukik Raphael berjalan sangat cepat sehingga berhasil sampai di lautan india hanya dalam waktu beberapa menit. Kalau saja ada turnamen lomba lari penyu, Raphael pasti bisa memecahkan rekor penyu tercepat.

Ketika akhirnya Lily berhasil mencapai lautan, aku menangis diam-diam.
Padahal baru ketemu belum sampai satu jam lalu tapi aku rasanya sudah sayang.
Mungkin ini namanya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Go Lily, Go to The Sea :"D
Jadi selamat jalan Lily. Selamat mengarungi lautan India lalu hinggap di pantai Australia.
20 hingga 100 tahun lagi kamu akan kembali ke pantai ini.
Melakukan pendaratan malam-malam, bertelur lalu menimbun lubang sekuat tenaga supaya anak-anakmu aman.
Persis seperti apa yang ibumu lakukan :")

Lalu, setelah tukik-tukik berhasil mencapai laut lepas, kami semua foto kelompok.
Ini subunit 1,2,3 melakukan pemotretan konyol untuk kami lihat 20-30 tahun lagi sembari senyam senyum cengengesan.
Daann.. subunit 3 keterusan. xDD






Maka, inilah dia akhir vakansi yang kami nanti-nanti.
Lega rasanya bisa melepaskan euforia setelah penat dan lelah serta berminggu-minggu memendam rindu pada rumah :"'))


Monday, April 01, 2013

VAKANSI 231: Mama Penyu

....sambungan dari cerita vakansi 231

Kakiku berat. Di sini setiap langkah berarti membenamkan kaki ke dalam pasir untuk kemudian mengangkatnya lagi. Pasir pantai ini menghisap. Aku berjalan sendirian di antara orang banyak, tersuruk-suruk dalam gelap. Entah di mana batas pantai, petunjukku cuma suara ombak yang bergemuruh di sebelah kanan. Beratus-ratus meter jauhnya di depan, orang-orang berkumpul. Bukan mata yang mengatakannya, hanya pikiran yang entah berasal dari mana. Semua orang menuju satu arah, pada cahaya. Ada yang berdua atau bertiga. Berlima bahkan lebih banyak lagi, tapi aku sendiri. Satu per satu orang di sebelahku mendahului, cuma langit dan bintang-bintang di atas kepala yang tidak pernah pergi. Juga suara ombak.

Aku mempercepat langkah sebisanya. Nafas semakin pendek tapi tidak dengan jarak.

Ternyata kadang-kadang rasanya menyebalkan, berjalan ke suatu tujuan sendirian dalam kegelapan, dan akhirnya tidak tahu seberapa jauh. Lalu kehabisan tenaga, tapi tetap tidak bisa berhenti begitu saja. Maka yang menjadi penghiburan adalah langit mewah di atas kepala. Tidak apa-apa, kalau tidak gelap malah langit tidak akan jadi sebegini wah. Dengan serakan bintang-bintang dan lembar biru tuanya yang berkilauan.

Kami semua berangkat jam delapan malam dari cottage. Semua orang berjalan dalam satu rombongan, perempuan, laki-laki, anak-anak, remaja, sampai lansia. Kanan kiri kami hutan rimba, maka satu sama lain saling menjaga, jangan sampai ada yang tertinggal sendirian di belakang lalu hilang diterkam babi hutan. Jalanan gelap gulita, tapi senter-senter di tangan kami menyala. Aku berjalan tersandung-sandung akibat ngotot melangkah sambil tetap menengadah. Terlalu tidak rela menyia-nyiakan pemandangan langit malam yang entah mengapa begitu dermawan. Beberapa ratus meter dekat pantai, lampu-lampu senter dimatikan. Kami semua disuruh berjalan berjongkok ke dekat pintu gerbang. Di sana ada mercu suar dan bangunan putih yang sudah runtuh, lalu diam, menunggu.

Sekilas ini seperti perjalanan menelusup keluar perbatasan di daerah sedang perang, kan? Itu yang aku pikirkan saat kami di suruh diam menunggu dalam keadaan berjongkok di rerumputan. Gelap, dingin dan kami semua harus bicara berbisik-bisik agar tidak berisik. Pura-puranya agar tidak ketahuan oleh para prajurit penjaga pantai, menjaga agar tak seorang pun yang bisa melarikan diri dari pulau. Atau ini bisa juga seperti di buku lima sekawan dalam seri rawa rahasia, anggap saja ceritanya kami sedang memata-matai kaum kelana. :P

Setelah menunggu agak lama, akhirnya kami dipersilahkan juga keluar dari tempat persembunyian. Lampu senter tidak boleh dinyalakan, kami semua berbondong-bondong masuk ke pantai.

Ketika akhirnya aku sampai ternyata orang-orang sudah ramai. Aku tidak bisa memperkirakan seberapa jauhnya titik ini dengan tempat kami bersembunyi tadi, tapi rasa-rasanya aku sudah melangkah beribu-ribu. Belum pernah kurasakan melangkah bisa jadi begitu menyebalkan, ditambah lagi tidak ada orang-orang   yang kukenal. Baiklah, bisa diskip dulu keluh kesahnya. Sekarang dihadapanku ada seekor penyu dewasa yang sedang bertelur di dalam lubang. Orang-orang membentuk lingkaran. Sebelum berangkat tadi kami telah lebih dulu di briefing hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat menonton penyu bertelur. Salah satunya adalah tidak boleh menyorotkan lampu dari depan muka penyu.

Sebenarnya saat sedang menontoni penyu satu bertelur, ada satu lagi penyu yang melakukan pendaratan. Tapi karena begitu tahu orang-orang langsung berbondong-bondong mengejar, penyu yang tadinya sudah kebelet melahirkan (telur) itu buru-buru balik badan.

Kasihan, udah pengen bertelur tapi enggak jadi :'(




Menyemangati. Go Mama Go Mama Go Mama! 

 


Bagiku, bagian paling mengharukan adalah ketika penyu selesai bertelur. Tenaga yang sudah habis terkuras untuk mengeluarkan ratusan telur itu masih harus dipakai untuk menutupi lubang sedalam setengah meter-an, supaya calon anak-anaknya aman. Tidak cuma itu, mama penyu juga membuat lubang jebakan beberapa meter dari lubang telur yang asli untuk mengecoh ular maupun binatang-penikmat-telur-penyu lain. Termasuk juga manusia.

Entah kenapa rasanya sia-sia. Apa yang dilakukan si mama penyu ini. Dia menutupi lubang mati-matian. Sampai kehabisan nafas bahkan. Padahal di kanan-kirinya sedang menunggu petugas-petugas konservasi yang nantinya akan mengamankan telur-telurnya. Aku bahkan masih ingat ritmenya, bergerak lima detik, diam 3 detik, mengambil nafas satu kali untuk kemudian bergerak menutupi lubang lagi, lalu 3 detik diam, begitu berulang-ulang. Rasa-rasanya aku kepingin peluk dia lalu bilang udah, kamu nggak perlu sebegitu itunya bersusah payah.

Di saat semua orang foto-foto dengan pamer-pamer gigi, tampangku malah stres begini.
Seandainya aja ada cara untuk njelasin ke mama penyu ini bahwa lubang yang setengah mati ia tutupi akan dibongkar lagi sama petugas konservasi. :'((
Bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena telur-telurnya aman :(
Puk puk penyu

Lihat, penyu sudah mau pulang pun masih aja dikejar-kejar.
Bahkan kata petugas ada yang pernah naik ke atas lalu menduduki mama penyu.
Kau kira penyu itu odong-odong kah? #ngamuk

Tiang ini dipakai untuk menandai lubang telur. Konon, setelah melahirkan, setiap penyu tidak cuma menutupi lubang telur mereka, tapi juga membuat lubang jebakan untuk mengecoh pemangsa telur seperti ular.
Benar saja, tiang penanda ini tegak beberapa meter dari titik terakhir yang ditinggalkan mama penyu. Ternyata itu lubang palsu.
Begitu mama penyu meninggalkan pantai, para petugas konservasi langsung menggali lagi lubang yang ditandai tiang. Dan inilah hasilnya,
176 telur dalam satu malam


Maka, selamat jalan mama penyu. Terima kasih untuk pelajaran berharga setelah perjalanan melangkah dengan susah payah. Semoga kamu selalu dijaga Tuhan dan hidupmu menyenangkan. Semoga telur-telur yang kamu lindungi dengan setengah mati itu bisa hidup dan bertahan lalu kembali untuk bertelur di pantai ini :'")

Saturday, March 30, 2013

VAKANSI 231: Meru Betiri



Sore itu akhirnya kami sampai juga di Sukamade setelah perjalanan panjang mengendarai truk selama 1.5 jam yang bahkan rasanya seperti berjam-jam. Jarak antara Sarongan dan Sukamade sebenarnya hanya 18 kilometer dekatnya. Kalau saja jalanan yang menghubungkan kedua tempat ini mulus beraspal, mungkin hanya perlu waktu setengah jam. Tapi silahkan coba, jalanan berbatu-batu terjal dan tajam membuat hal tersebut tidak memungkinkan. Selama perjalanan saya dibuat terkagum-kagum dengan pohon-pohon raksasa yang tumbuh di sela jurang-jurang tanpa pagar. Belum lagi monyet-monyet yang berumah tangga di atasnya, siap-siap saja merasakan sensasi air najis jatuh dari langit. Kebetulah, saya dan beberapa teman sedang sial 2-3 kali kena dikencingi monyet-monyet kurang ajar.

Vakansi ke Sukamade sebenarnya sudah jadi agenda utama kami, tim KKN 231 UGM, begitu mendapat kabar ditempatkan di desa Sarongan. Sukamade sendiri merupakan sebuah desa dimana terdapat hutan lindung alam yang juga berhubungan dengan penangkaran penyu. Pengelolaan tempat ini dipawangi oleh pihak Taman Nasional Meru Betiri. Berbagai macam aktifitas dapat dilakukan di tempat ini mulai dari jelajah hutan, pengamatan satwa dan tumbuhan liar, selancar angin, dan yang paling wow adalah melihat atraksi penyu bertelur.

Akses menuju tempat ini masih sangat sulit dan tidak nyaman. Jangan pikir ada mobil-mobil sejenis avanza atau xenia yang mendapukan diri sebagai travel jadi-jadian demi mengantarkan kita ke tempat destinasi wisata seperti di teluk kiluan atau bira. Apalagi begitu melintasi desa Rajegwesi, jalur yang sudah sulit menjadi semakin sulit (ditambah sempit). Tidak hanya batu-batu besar tajam yang potensial membocorkan ban, tapi juga tanah liat licin yang bisa-bisa menggelincirkan kita masuk ke jurang. Medan yang berbukit-bukit menuntut jenis kendaraan yang sesuai. Percayalah, kami bahkan sampai harus melintasi sungai :D

bukan hoax kan kalau saya bilang kami sampai harus melintasi sungai :)


Maka, dengan medan jalanan seperti yang sudah saya deskripsikan, dapat disimpulkan bahwa jenis kendaraan yang sesuai meski sebenarnya tidak ideal adalah mobil truk :P. Mobil truk mobil truk ini tersedia  secara berkala setiap harinya, karena sebenarnya merupakan moda pengangkut barang-barang kebutuhan penduduk Sukamade dari pasar yang ada di desa KKN kami, Sarongan. Jadi dapat diurutkan rutenya  kira-kira begini, pertama-tama dari Banyuwangi, naiklah bis ke Pesanggaran, atau kalau tidak ada bisa juga turun di Jajag untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Pesanggaran atau langsung ke Sarongan dengan bis kecil yang tersedia. Jarak antara Banyuwangi ke Pesanggaran sekitar 60km jauhnya, sedangkan dari Pesanggaran ke Sarongan jaraknya sekitar 20km. Nah, barulah begitu sampai Sarongan (tepatnya di Simpang Pasar) kita bisa menumpang truk-truk pengangkut barang untuk mencapai desa Sukamade.

Motor trek (inget loh motor trek, bukan motor bebek) sih bisa juga dipakai sebagai alternatif. Tapi itu pun pengendaranya harus sudah mencapai taraf kesaktian para penduduk :P Selain motor trek dan mobil truk, sebenarnya ada lagi alternatif lain untuk mencapai desa Sukamade yaitu dengan mengambil paket wisata berjip ria yang disediakan di agen-agen wisata yang ada di Banyuwangi. Kalau pakai paket jip ini sih nyaman, tidak perlu merasakan sensasi terlempar-lempar dengan barang-barang di bak belakang tiap melintasi batuan kasar, tidak perlu takut ketumpahan berkah kencing monyet yang jatuh dari angkasa juga. Tapi, yang biasa jip trip ini ya wisatawan-wisatawan dari luar dengan high budget karena harga paketnya pasti mahal.

Saya sama temen-temen KKN naik truk juga, tapi ini disponsori sama Pak Lurah dan Sekretaris Desa.
Karena cuma 1 truk dan orangnya banyak, semuanya mesti berdiri dan ikhlas muka kena tampar daun-daunan dari tumbuhan yang ada di pinggir jalan. Bahkan ada teman yang kepalanya kepentok batang pohon beberapa kali. Selain itu tangan juga merah-merah karena mesti pegangan sama tali yang dipasang horizontal biar nggak ada yang terlempar ke luar.  Seharusnya sih merana, tapi mungkin karena sebegitunya mendamba liburan setelah pusing ngerjain laporan, semua itu jadi fun :''')))
Nggak cuma monyet dan elang, waktu lagi jalan-jalan mblusukan hutan, saya dan teman-teman pernah papasan sama anak macan. Seriusan loh ini, true story.
Langsung aja waktu itu, kita serentak balik badan pelan-pelan. Itulah kenapa kalau mau jalan-jalan kita mesti banget ditemenin sama bapak penjaga.

Ketemu bule-bule ini di tengah jalan, mereka bawa pulang banyak buah-buahan kayak orang abis panen kecil-kecilan.

saya nggak tau ini kotoran siapa apa.
saya nemu ini di jalan yang kanan kirinya hutan rimba, bentuknya kayak ular kobra.
Selain sebagai taman nasional, Sukamade juga menjadi pusat penangkaran penyu. Hal ini dikarenakan pantai Sukamade dikarunia tekstur pasir yang disukai oleh penyu-penyu dewasa untuk bertelur di pantainya, informasi ini didapat hasil dari wawancara mas-mas penjaga.  Oleh karena itu, dibangunlah beberapa fasilitas sederhana untuk pengembangbiakan penyu agar tidak punah. Beberapa jenis penyu yang ditangkarkan di tempat ini antara lain penyu belimbing, penyu sisik, penyu hijau, dan penyu lekang. Petugas di penangkaran menjelaskan bahwa jenis penyu yang paling banyak ditangkarkan di sana adalah jenis penyu hijau, sementara yang paling langka adalah penyu belimbing.


yang ini penyu hijau

Selama berada di sana, kami tinggal di cottage-cottage ini. Satu rumah berisi 4 kamar yang tidak terlalu besar. 1 kamar dibanderol harga 100ribu (jadi harganya per kamar bukan per rumah) tapi bebas diisi berapapun jumlah orang. Kami dapat 2 kamar gratis dengan kamar mandi yang harus dipakai berbagi dengan 2 kamar lain
Di Sukamade juga belum masuk listrik dan sinyal, listrik cuma mengalir kalau malam itu pun dari tenaga matahari yang ditampung di panel surya. :)


Lalu inilah dia pantai Sukamade. Pukul 5 sore kami mendatangi pantai ini beramai-ramai di saat orang-orang malah bersiap-siap pulang. Rupa-rupanya di pantai ini ada larangan untuk tidak berada di pantai pada saat matahari terbenam. Pantai yang ada manusianya membuat penyu yang tadinya ingin bertelur di pantai merasa tidak aman. Sore itu mendung jadi matahari tidak keliahatan, maka kami memutuskan berjalan-jalan saja sambil membuat foto-foto konyol untuk dikenang, lalu pulang pada pukul enam :)



-to be continued ah, biar kayak sinetron Indonesia-
UA-111698304-1