Showing posts with label travel. Show all posts
Showing posts with label travel. Show all posts

Friday, February 23, 2018

WINTERTRIP KUUSAMO: Asiknya Bermain Ski di Rukatunturi


23 Februari 2015

Hari itu sehabis sarapan, kami langsung siap-siap cabut ke ski resort yang ada di Ruka. Jaraknya nggak begitu jauh dari hotel, sekitar 22 kilometer. Pagi itu Rukatunturi udah lumayan rame, kami pun langsung pada rusuh ganti snowsuit di parkiran. Heikki dan Maria sibuk makein sepatu ski ke anak-anak, termasuk saya, wkwkkw.

Thursday, February 22, 2018

WINTERTRIP KUUSAMO : Hiljainen Kansa

Orang-orang bermain ski di Ski Resort Ruka

Yeah akhirnya hari kamis lagi, saatnya nulis tentang travelling. Sebenernya awalnya mau nulis cerita perjalanan saat traveling solo pertama kali ke Helsinki, yang mana akhirnya sempet bikin agak trauma traveling di musim dingin tanpa hostfam.

Tapi ternyata hari kamis ini bertepatan dengan tanggal 22 Februari ya, dan ngomong-ngomong, 22 Februari itu tanggal keramat saya sama Ka Salam. wehehehe... Ya gimana nggak keramat kalo itu hari Ka Salam ngelamar saya pertama kali secara personal. Eciyee.. Uhuy. Ah jadi maluk.

Nah pas Ka Salam ngelamar ini, kebetulan saya juga lagi travelling sama hostfam, so kebayang kan kenapa trip satu ini bener-bener trip kenangan banget. 

Ye gimana nggak kenangan kalo liburannya sambil baper berdebar-debar dan senyam-senyum sendirian.

Monday, February 19, 2018

Memilih Destinasi Babymoon Yang Aman Untuk Ibu Hamil Besar.


Hai hai kalian, gimana long weekend-nya?

Mumpung baru libur panjang, saya mau share pengalaman saya memilih destinasi liburan saat hamil besar. Memang idealnya, waktu yang pas untuk babymoon itu di trimester kedua (uk 18-24 minggu) sih ya. Hanya saja kan nggak semuanya dalam hidup bisa serba ideal ye nggak.

Bisa jadi suami belum dapet jatah cuti atau anak-anak lagi musim ujian eh tahu-tahu udah trimester terakhir. Masih bisa kok kalo bumil masih kepingin liburan. Kayak saya, yang waktu itu di India memang lagi riweuh banget, dari mulai sepupu nikahan sampe paman dan suami kakak ipar meninggal, akhirnya baru bisa liburan waktu usia kandungan 31 minggu.

Menurut saya hal pertama yang perlu diperhatikan sebelum merencanakan babymoon itu ya mengenali kondisi diri sendiri dan menentukan budget. Karena kan yaa kita yang paling mengenal diri kita sendiri. Entah kah ada riwayat kandungan lemah, komplikasi atau keluhan-keluhan lainnya kayak gampang capek, pusing-pusing, sakit pinggang, dada sesak, kantong tipis, wkwkkw..

Kalo saya sih keluhan-keluhan selama kehamilan malah ada di trimester satu dan dua. Trimester satu yaudahlah ya, nggak perlu dijelaskan, tapi di trimester dua rata-rata keluhannya karena tubuh saya lagi penyesuaian banget sama perut yang makin gede.


Ada ding keluhan di trimester ketiga ini, yaqni pipis mulu dan lafar selalu. LOL.

Tuesday, April 18, 2017

Fort Kochi Staycation Part I

Layaknya pekerja Jakarta yang haus hiburan kala weekend, ada kalanya saya juga butuh pelarian sementara semacam itu. 
Weekend Getaway, kalo orang bilang.
Short Escape.

Hah! Padahal saya mah apa, kerja juga enggak, punya anak juga belum, kerjaan cuma main hp sama ngurusin suami doang.

Haha.. Tapi justru itu yang malah jadi alasan kuat saya harus sering jalan-jalan, kan? Kalo nggak sering-sering jalan bisa-bisa saya stres di negeri orang saking kebosanan. Ye nggak? Iya-in aja lah udah biar cepet =D

Nah, untuk weekend gateaway ini, biasanya saya sama suami selalu pergi ke Fort Kochi.

Kenapa ke Kochi? Karena nggak terlalu jauh dari Tirur, cuma makan waktu 3-4 jam naik kereta, cocok banget untuk liburan 1-2 malam. Saya sih seneng-seneng aja di bawa ke mana pun, lagian Fort Kochi ini suasananya menyenangkan, relaxing, dan banyak tempat-tempat menarik.


How To Get There

Akses menuju Fort Kochi bisa dibilang sangat mudah. Hampir semua rute kendaraan umum sepertinya bakal berakhir di Fort Kochi (cmiiw). Kalau pake kereta api, dari stasiun ERS saya biasanya jalan ke M.G Road terus tinggal naik bus yang ada tulisan Fort Kochi di kacanya. Ongkosnya 15 rupee atau sekitar 3 ribu rupiah untuk perjalanan kira-kira 20 menit.

Kalau misalnya takut nyasar atau males jalan, dari stasiun ke M.G Road bisa banget naik auto (sebutan disini untuk autorickshaw alias bajai)

Pilih bajai dari auto prepaid counter aja biar nggak kena zonk harga tipu-tipu. Ciri-ciri counternya cari aja loket kecil yang banyak bajai berjejer antri. Nanti kita tinggal bilang tujuan kita ke petugas counter, terus mereka bakal kasih struk nominal tarif ke tujuan kita. Biaya servisnya 2 rupee dan bayar ongkos bajainya langsung ke abang bajai sesuai nominal di struk.

Menuju Fort Kochi dari Kochi Airport malah lebih gampang lagi. Lebih nyaman juga kayaknya karena bisnya itu tipe low floor dengan air conditioner. Gampang lah pokoknya. Ada banyak!

Where To Stay

Begitu memasuki wilayah Mattancherry dan Fort Kochi, mata kita akan dimanjakan dengan deretan rumah-rumah cantik bergaya indo-eropa dengan balkoni taman bunga.  Banyak penduduk setempat yang menyewakan kamar-kamar di rumah mereka untuk para pelancong. Terdapat 100 lebih homestay di area sekitar dengan tarif  antara 100-300 ribu idr per malam. Harga tersebut masih bisa lebih murah lagi 10%-20% kalau bukan lagi peak season.

Beberapa homestay bahkan menyediakan sepeda dan canoe untuk berkayak. Bagi yang punya budget berlebih dan ingin fasilitas lebih luxury, hotel-hotel high–end bertarif jutaan juga tak kalah banyak.

Be aware of mosquitoes, tho!
Seperti negara tropis lainnya, Kochi juga menghadapi permasalahan pelik soal nyamuk. Jadi jangan heran kalau lihat kawat nyamuk terpasang hampir di setiap lubang dan jendela.

mosquito net is essential

What To Do

Fort Kochi merupakan lingkungan bersejarah yang berada di pinggiran kota metropolitan Kochi. Begitu kota pelabuhan kuno Muziris tersapu tsunami, pelabuhan Kochi mengambil alih tugas menyambut kapal-kapal para pedagang dari Cina hingga Eropa dan menjadi pusat perdagangan rempah-rempah yang tengah berkembang saat itu. Hal ini mau tidak mau menarik perhatian berbagai kekuatan eropa seperti kumpulan semut mencari sumber gula.

Pada akhir abad ke 14, penjelajah terkenal Vasco de Gama berhasil menemukan jalur laut dari Eropa ke Asia, menembus perairan Hindia dan tiba di Pantai Malabar. Dua tahun setelah kedatangan pertamanya, Vasco de Gama akhirnya berhasil membuat kesepakatan dengan raja-raja Kochi dan membuat sebuah benteng kecil yang disebut Fort Kochi. 3 abad kemudian, Belanda berhasil mengambil alih Fort Kochi dan memerintah selama kurang lebih 100 tahun sebelum akhirnya menyerahkan sabuk kekuasaan pada Inggris hingga hari kemerdekaan.

Bertahun-tahun setelah kemerdekaan, Fort Kochi masih mempertahankan sisa-sisa kejayaan masa lampau. Meskipun bangunan benteng yang dibangun oleh Portugis telah hilang dirusak oleh Belanda, namun namanya masih menetap, bertransformasi menjadi nama wilayah tempat segala macam pengaruh budaya dari berbagai belahan dunia melebur.

1. HERITAGE VISIT

Dengan luas area tidak seberapa lebar dan cukup padat. Cara terbaik menjelajah Fort Kochi ialah dengan berjalan kaki. Tapi kalau kamu tipe turis sabtu-minggu yang tidak punya banyak waktu, menyewa auto selama 1-2 jam adalah pilihan yang tepat. Tarif sewa bajai selama satu jam kira-kira 100-150 rupee (20-30k idr).

Umumnya situs-situs sejarah dengan loket tiket tutup pada hari jum’at dan sabtu. Sebaiknya cek terlebih dahulu jam buka situs yang mau didatangi. Pastikan juga kalian mengenakan pakaian sopan (celana panjang serta baju berlengan) dan tidak membawa terlalu banyak barang.

Churches & Temples Hopping

Dalam kurun waktu 400 tahun masa kependudukannya, pemerintahan Portugis, Belanda dan Inggris banyak membangun gereja-gereja dan shrine sebagai hadiah kepada raja-raja Kochi saat itu. Rata-rata gereja yang ada di kawasan Fort Kochi dan Mattancherry merupakan peninggalan Belanda, kecuali gereja St. Francis dan Kathedral Santa Cruz Basilica.

St. Francis Church, merupakan gereja Eropa pertama di India yang dibangun oleh portugis pada abad ke 15. Setelah Fort Kochi jatuh ke Belanda, gereja ini kemudian berubah menjadi gereja Reformis dari awalnya gereja Katolik Roma dan berubah lagi menjadi gereja Anglikan pada masa kependudukan Inggris. 
Monumen Vasco de Gama berada di halaman depan gereja ini dimana Laksamana Muda Laut India itu pernah terbaring disini selama 14 tahun sebelum jasadnya dikembalikan ke Lisbon pada tahun 1568. 


Santa Cruz Cathedral Basilica, merupakan satu-satunya gereja bergaya gothic yang ada di area Fort Kochi sekaligus juga salah satu dari 8 basilika yang ada di Kerala. Pada masa pemerintahan Belanda, banyak bangunan katolik yang dihancurkan, Santa Cruz Basilika adalah salah satu yang bertahan.


Selanjutnya, katedral ini direnovasi dan disucikan kembali pada tahun 1905 pada masa pemerintahan Inggris. Letaknya yang berada di tengah kota serta penampakannya yang paling berbeda, gereja ini kerap menjadi penanda jalan. 


Pada malam-malam saat ada perayaan tertentu katedral ini bisa sangat ramai. Lampu-lampu berwarna biru berkelap-kelip dari ujung ke ujung. Halaman katedral penuh dengan manusia, jalanan di luar pagar pun dijejeri para penjual makanan. Persis pasar malam.



http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-i.html
St. Francis.
photo credit:  makemytrip
http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-i.html
Santa Cruz Basilica
photo credit: remotetraveler
Selain dua gereja ini masih banyak sebenarnya gereja-gereja peninggalan Belanda dan Inggris yang masih berdiri. Seperti gereja Our Lady of Life di Mattancherry, St. Peter and St. Paul’s Orthodox Syrian Church, The Lady of Hope Church,  banyaklah pokoknya. Gereja-gereja bersejarah bisa didatangi kapan saja hingga jam 5 sore terkecuali hari minggu. Bukan cuma gereja, kuil-kuil tua berusia ratusan tahun juga nggak kalah banyak, hanya saja kebanyakan kuil hindu tertutup untuk turis.

Yah, gak papa sih, yang namanya ibadah kan memang seharusnya jadi ritual sakral, bukan tontonan turis. Tapi di antara kuil-kuil tersebut, ada satu kuil yang sangat ramah turis. Namanya kuil Jain.

http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-i.html
kuil di Mattancherry yang berusia 5 abad lebih
http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-i.html 
gereja The Lady of Life
tampak dalam The Lady of Life

Jain Temple, sesuai namanya, kuil yang berada di Gujarati Road ini memang merupakan kuil ibadah penganut jainisme. Bagi orang-orang India asli, kuil ini mungkin tidak terlalu menarik dibandingkan kuil-kuil Jain lain yang ada di India khususnya di wilayah Rajashtan. Namun meskipun tidak terlalu besar, tapi kuil ini sungguh cantik dan tenang.


Di pintu masuk, semua barang harus dititipkan (with your own risk!). Pastikan juga kalian berpakaian sopan, karena orang bercelana pendek sudah pasti ditolak masuk.
"At 12 pm, the magic starts"
Para biarawan (atau pendeta? Idk) mulai membunyikan lonceng yang akan memanggil burung-burung dara di sekitar kuil berkumpul di halaman. Selanjutnya biarawan/rahib/pendeta itu akan menyanyikan doa-doa menurut kepercayaan Jain sembari memberi makan burung-burung tersebut dengan biji-bijian.
photo credit goes to tripadvisor

Dhobi Khana

http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-i.htmlhttp://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-i.htmlDari semua tempat saya datangi pagi itu, bisa dibilang Dhobi Khana lah yang paling aneh. Deretan wanita dengan sari kusam dan para pria tanpa kaus tengah menyeterika baju menyambut saya saat memasuki sebuah bangunan semi terbuka. Rambut mereka sudah memutih banyak, usia mereka pasti lah telah lewat 70 tahunan. Bilik-bilik kecil seperti toilet tanpa pintu berjejer dengan tumpukan baju di depannya.

Saat melewati gerbang dengan tulisan Vannar Sangham, Dhobi Khana, sejujurnya saya tidak tahu tempat macam apa yang sedang saya datangi ini. Supir auto yang membawa kami menyuruh kami mengikutinya ke bagian belakang bangunan, dan di sana lah... terhampar jemuran skala besar di atas sebuah padang rumput hijau.

“Mungkinkah ini lokasi syuting film?” pikir saya seketika sambil sibuk mencari-cari sesosok makhluk menari-nari di sela kain-kain putih yang melambai-lambai dihembus angin.

http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-i.html

But nope! Meskipun sekilas nama Dhobi Khana terdengar cukup kolosal untuk menjadi tempat syuting film bollywood, tapi sebenarnya tempat ini merupakan area laundry publik yang dibangun pada tahun 70an.
Vannar Community
Washermen Building
Sejarah awal lahirnya Dhobi Khana bahkan telah dimulai lebih jauh lagi yaitu sejak era kolonial saat pasukan Inggris (beberapa sumber menyebutkan pasukan Belanda) membawa banyak orang-orang tamil ke Fort Kochi untuk dijadikan tukang cuci pakaian seragam prajurit. Pada tahun 1920, komunitas orang tamil ini selanjutnya membentuk Vannar Sangham (komunitas Vannar).

Pasca kolonial, para dhoby (washermen) kemudian mendatangi rumah-rumah, hotel, rumah sakit, sekolah maupun instansi pemerintah untuk menawarkan jasa mereka.

Tata cara mencuci para dhobby ini benar-benar tradisional. Tak hanya mencuci baju dengan tangan dan pengeringan alami sinar matahari dengan teknik menjemur yang unik. Mereka juga menggunakan rendaman air beras sebagai pelembut, serta alat setrika traditional menggunakan arang dengan berat hampir 10 kilo. 


Apabila datang ke sini pada hari minggu, tak jarang kita akan menemukan muda mudi anak-cucu Vannar yang telah sukses masih datang ke sini untuk mencuci baju mereka menggunakan fasilitas di Khana. Beberapa dari mereka adalah enginer di perusahaan IT terkemuka India, kapten kapal, polisi, etc.

Whyyyy?? Entahlah. Mungkin mereka perfeksionis lebih suka mencuci baju pakai tangan? Mungkin ada semacam efek pelepas stres saat menghempaskan pakaian ke batu besar? Mungkin cuci baju sekalian work out? Mungkin sama seperti sosialita yang nongkrong di Mall, komunitas Vannar hang out-nya sembari cuci baju?
Mungkin alasan kenapa mereka masih repot-repot melakukan itu semata-mata agar Khana tidak mati. 
Yang jelas saya salut banget sama mereka-mereka ini yang masih menghidupi adat dan tradisi leluhur. Because no matter what are they now, their ancestor was once a washermen. 

Mattancherry Palace

via culturalindia
Mattanchery Place jelas-jelas salah satu destinasi yang ngak boleh dilewatkan saat kalian ke Fort Kochi. Tapi sayangnya, saat saya ke sana Mattancherry Palace ini tutup. Selain sejarahnya, hal paling menarik dari musium ini ialah lukisan mural besar yang melapisi area sebesar 300 meter persegi dari lantai hingga langit-langit.

Selain mural, terdapat juga foto-foto keluarga besar kerajaan serta artifak-artifak kuno koleksi kerajaan, Tentunya mural-mural tersebut menceritakan kisah-kisah purana, yakni cerita kuno dalam kesustraan Hindu, yang berisi mitologi dan legenda zaman dahulu (Friday closed, open 10-5).

Jews Synagogue

Pada abad ke 12 terdapat dua komunitas yahudi yang mula-mula datang ke Fort Kochi. Yang pertama, Malabar Yehudans yang mengaku sebagai keturunan King Solomon of Israel dan kedua, komunitas Yahudi Sephardi berkulit putih yang datang dari semenanjung Iberia dan kemudian disebut oleh penduduk lokal sebagai Paradesi yang artinya orang asing.

Jews Synagogue disebut juga Paradesi synagogue merupakan sinagog dari abad ke 15 yang masih aktif dari tujuh sinagog yang ada di Jews Town, Mattancherry. Ada peraturan tidak boleh mengambil foto di dalam sinagog, tapi tenang saja, keindahan lampu-lampu gantung Belgia dan keramik antik Cina yang melapisi seluruh lantai akan sulit untuk dilupakan. 

via keralatourism

Bagi penyuka musium, Fort Kochi menawarkan banyak sekali pilihan musium untuk dikunjungi. Sebut saja Indo-Portugues Museum yang terkenal dengan barang-barang antik peninggalan portugis, Maritime Museum, Fort Kochi Beach Museum, The Museum Company hingga Kerala Folklore Museum dengan 4000 artefak koleksinya. Kerala Folklore Museum bahkan pernah didatangi oleh Pangeran Charles dan Camilla pada tahun 2013.

Sayang, karena sudah merasa terlalu lelah, saya dan ka Salam memutuskan untuk skip museum visit dan lebih memilih balik ke hostel untuk tidur siang. =P

Beberapa supir auto mungkin akan menawarkan berkunjung ke beberapa heritage shop yang dikelola pemerintah. Modusnya sih nggak jauh ala-ala tukang becak malioboro, para supir auto ini juga akan mendapatkan voucher pembelian BBM setiap membawa pengunjung.

Nggak ada salahnya sebenernya itung-itung ngadem karena heritage shop milik pemerintah ini lucu-lucu banget memang. Meskipun harganya nggak lucu, tapi lumayan deh buat cuci mata.

Fort Kochi Staycation Part II


http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-ii.html
foto saya sama suami waktu jadi figuran penari latar film terbarunya King Khan.
Muahahha.. nggak deng!
Kalau penasaran baca dulu ceritanya di part 1

Setelah sholat dan teler sebentar akibat kelelahan keluar masuk heritage shop (maksutnya lelah hati karena yang dijual mahal-mahal bet). Saya sama Ka Salam memutuskan ke luar buat cari makanan berat karena camilan di kamar tlah habis semua.

Pukul 3 sore waktu itu, matahari masih lumayan terik. Kami memutuskan makan di Hotel Lucky Star yang ada di Fosse Road, tak jauh dari hostel tempat kami menginap. Jangan salah sangka di Kerala istilah hotel memang biasa dipakai untuk rumah makan atau restaurant, bukan berarti itu restauran hotel atau semacamnya tapi memang disebutnya aja begitu.

Dan seperti biasa, pasangan kereromantis macam kami ini sudah pasti pesannya nasi biriyani. Murah, banyak, cukup seporsi bisa kenyang makan berdua. Harga sepiring biriyani biasanya dari 90-150 rupee, dapat nasi segepok, ayam dua potong, dua jenis acar dan kerupuk!

Perut kenyang, hati senang, saatnya kita lanjut jalan-jalan.

2. STROLL AROUND THE NEIGHBOURHOOD

Tak bisa dipungkiri, Fort Kochi memiliki jalan-jalan kecil yang sangat fotogenik. Rumah-rumah tingkat minimalis dirimbuni bunga-bunga dan tanaman rambat serta deretan kafe, gallery dan butik-butik artistik, jalanan di Fort Kochi betul-betul seindah namanya. Sebut saja Princess street, Lilly street, Napier street, Rose street.

Nggak percaya? Nih liat aja foto-fotonya. 
via cochinblogger.wordpress.com

photo credit goest to Madhu via www.madhugopalan.com

photo credit goest to Madhu via www.madhugopalan.com
photo credit goest to Madhu via www.madhugopalan.com
photo credit goest to Madhu via www.madhugopalan.com

Dari Fosse Road kami berjalan lurus menelusuri Bastian Street, berbelok kanan masuk ke Princess Street lalu melipir ke Gelato&More untuk makan es krim.

Bergandengan tangan menyusuri Rose street, hingga Parade Ground, lalu tiba di St. Francis Church Road untuk makan pizza vegetarian di kafe David Hall Gallery.  Setelah kenyang kami melangkahkan kaki ke Lilly street, membeli Kathi Roll di Dal Roti untuk camilan tengah malam lalu menghabiskan nyaris satu jam kembali ke pantai.

Di tengah perjalanan kami berhenti di Peter Celli street, demi segelas sarsaparilla lemonade di Kashi Art Cafe sebelum kembali kekenyangan dengan blueberry cheesecake dari Teapot Cafe.
Nggak percaya? Memang seharusnya enggak! =P Hehe..

Kan saya sama Ka Salam baru makan siang jam 3. Lagian mana adaaaaa, orang biriyani aja makan kongsi berdua, hahahaha.... Terus juga tuh Ka Salam nggak suka pizza (iya tau, my hubby is that weird) apalagi sayur! jadi gimana ceritanya makan pizza vegetarian.

Yang sebenarnya terjadi ialah kita berdua lagi ena-enaa terpukau sama ke-au then tic-an jalanan Fort Kochi sampe akhirnya nyasar nggak tau arah balik. Makanya langsung pada sibuk nyari jalan keluar tanpa GPS biar enggak ketinggalan sunset.

http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-ii.html
Koder House

3. FORT KOCHI BEACH


http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-ii.html
ramai di akhir pekan

Pantai Fort Kochi ramai luar biasa saat kami berhasil keluar dari jaring laba-laba jalanan bernama indah tapi menghanyutkan(?). Puluhan pedagang menjajakan barang dagangan mereka di trotoar jalan, dari mulai penjual ikan hingga penjual es krim, penjual asinan hingga penjual mainan anak kecil.

http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-ii.html

Tua muda asyik bercengkerama di bangku-bangku panjang menghadap pantai. Beberapa remaja laki-laki bermain bola, ada juga yang bermain layangan. Momen senja di Fort Kochi memang punya banyak penggemar. Beberapa tur menawarkan paket menikmati senja dari perairan.

Ada sebuah atraksi yang cukup diminati turis di area sekitar pantai, dikenal dengan nama Chinese Fishing Net (CFN).
http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-ii.html
Chinese Fishing Net

4. KATHAKALI PERFORMING ARTS

http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-ii.html
Kathakali Dancers
Credit goes to Ellen Gade
Setelah lelah seharian mengunjungi setiap sudut bersejarah Fort Kochi, menonton pertunjukkan drama tari Kathakali dapat menjadi pilihan yang pas untuk menutup hari yang panjang. Kathakali sendiri merupakan seni drama tari kuno khas Kerala yang terkenal dengan riasan dan kostum yang rumit.

Kerala Kathakali Center berada di dekat hostel saya, tepatnya di KB Jacob Road. KKC menyelenggarakan pertunjukkan Kathakali sebanyak tiga kali setiap harinya dari pukul 4 sore hingga pukul 9 malam.

Selain itu Kerala Kathakali Center juga menyediakan kelas untuk belajar seni kathakali (musik, tari dan make up), martial arts, instrumen seperti violin, sithar, dan flute, serta tarian klasik semisal Bharathanatyam (saya pernah belajar ini diajarin anak tetangga, wkwkwk), Kutchipudi, dan Mhohiniyattam.

Jangan lupa, untuk pertunjukan akhir pekan, sebaiknya reservasi tiket terlebih dahulu terutama saat musim liburan.

5. BACKWATER TOUR

http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-ii.html
via Holiday India
Kerala memililki aliran arus balik (backwater) sepanjang 900 kilometer yang terhubung paralel dari Allapuzha hingga ke pesisir Malabar. Backwater tour merupakan tur mengikuti aliran air (meliputi danau, kanal-kanal, laguna, dsb) dengan menggunakan sampan kayu. Percampuran air sungai yang segar dengan air asin dari laut Arab membuat aliran backwater memiliki ekosistem unik yang menjadi habitat berbagai macam flora dan fauna. Selain itu kita juga bisa memperhatikan kegiatan penduduk desa sepanjang aliran tersebut sembari menikmati pemandangan alam Kerala yang indah.

Hampir semua travel agent punya paket tur ini, dari yang durasinya setengah hari (5-6hours) hingga satu minggu. Harganya pun bervariasi dari yang 200an ribu untuk paket sehari hingga jutaan rupiah.

Saya juga tertarik banget nyobain, tapi belom dapet izin sama suami, secara Ka Salam itu, saya ajakin nyebrang nggak sampe 10 menit pake kapal ferry aja dia takut tenggelam nggak bisa berenang, apalagi sampan kayu. arrrrrhhhhhhhh
http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-ii.html
ngileeeeerrrrr
via cochinculturalcentre.com

6. SHOP!

Karena nggak dapet izin ikutan backwater tour, berbelanja bisa jadi pelarian sementara sebelum Ka Salam faseh berenang. Hahahah... #ngarep
Untuk urusan belanja, tak diragukan lagi Jews Town lah juaranya. Mau cari apapun ada di sini, dari barang-barang kerajinan tangan sampe furniture antik. Dari rempah-rempah sampai pakaian etnik. Dari madu, kurma, embroidery stuff, cashmere scarf sampe keripik pisang pun ada.

photo credit goest to Madhu via www.madhugopalan.com
Barang-barnag disini dapat dipastikan jauh lebih murah dibandingkan barang-barang di heritage shop milik pemerintah. Selain di Jew Town, datang ke Vasco de Gama Square saat sudah gelap juga bisa menjadi alternatif berbelanja murah meriah.

via ww.photo.webindia123.com
Hari pertama saya heritage visit di Fort Kochi (baca part I) saya sempat di bawa ke All Spices Market yang berada di Bazaar Road. Saya cukup terkesan dengan bangunan tua dengan nuansa kuning dan merah itu. Authentique gimana gitcyuh lah intinya, tapi waktu akhirnya naik ke lantai 2 dan lihat harga-harga rempah yang dijual...

...gileeee chuyy, ni emak-emak (karena yg jualan semua bukibuk) mau jualan apa mau nipu orang. Semua barang yang dijual di sana TIGA KALI LIPAT dari harga sewajarnya. Mana mereka nawarin barang maksa bener dengan gaya seolah di situ udah paling murah, udah harga diskon. KZL.

http://www.melynsalam.com/2017/04/fort-kochi-staycation-part-ii.html

Eh, KZLnya belum selesai deng, soalnya mereka masih pake acara nyodorin buku menu yang isinya minuman herbal semacam teh jahe, chai masala, chai pepper, teh kapulaga, cengkeh, dsb, dst, yang mana sejujurnya sudah tamat saya coba satu-satu, kecuali varian chai (milk tea) karena saya nggak doyan susu.

Ka Salam pun udah jelas-jelas nolak dengan halus. Tapi entah gimana ceritanya, tiba-tiba dua cangkir teh masala telah disodorkan di hadapan kami. Teh masala dibuat dari daun teh yang direbus bersama kapulaga, kayu manis, cengkeh, jahe serta lada hitam. Rasanya ya kayak teh jahe dicampur merica aja, panas-panas pedes gimana gitu. Belum selesai saya sama Ka Salam cengo selembar kertas tahu-tahu udah disodorin lagi yang isinya tagihan kedua teh tersebut.

Woww! They’re really lack of attitude. 

Untung harga tehnya masih normal, kalo nggak udah saya ajak gelut.

So buat kalian yang ada di area Fort Kochi, atau ada rencana liburan ke Fort Kochi, hati-hati aja sama toko satu ini.

7. AYUVERDIC SPA

Sudah bukan rahasia bahwa Kerala terkenal dengan terapi pijat ayuverdanya yang telah mendunia. Well, sebenarnya nggak cuma di Fort Kochi sih, hampir setiap tempat di Kerala, bahkan India bahkan negara lain pun pasti punya klinik pijat ayuverdha, apalagi hotel-hotel besar. Tapi yaa, kenapa enggak?

Terapi pijat ini konon katanya dapat mengatasi berbagai permasalahan kesehatan dari sekedar otot kaku hingga obesitas karena pemijatannya bukan hanya sampai ke bagian otot saja tapi juga hingga merasuk ke sistem jaringan dan sel.

Howwww??? Bagaimana mungkin itu terjadi???



Jadi itu dia tujuh macam hal yang bisa kalian lakukan di Fort Kochi. Yang mana favorit kalian? Kalo saya sih teteuupp backwater tour. Hukss.

Keterangan foto kiri-kanan; [1] Mattanchery Temple, [2,
] gereja Our Lady of Hope, [3,4] Dhobbi Khana, [5] Spice Market.

Padahal jarang-jarang punya foto berdua di segala tempat kayak gini. Biasanya kemana-mana fotonya pasti cuma selfie-selfie sejangkauan tangan (ora nduwe tongsis cyiinn) yang otomatis gambarnya pasti muka semua. ahahah.. untunglah ada tour guide merangkap supir bajai yang nggak tahu kenapa semangat banget moto-motoin kami berdua.
Padahal mah kita ngga minta.
Cheers :D

UA-111698304-1